rsudcilacap.id – Jika seseorang terinfeksi penyakit tuberkulosis (TBC) dalam bentuk aktif, kemungkinan besar akan memerlukan pengobatan TBC dengan kombinasi obat antibakteri untuk jangka waktu antara enam hingga 12 bulan.

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti otak, kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, jantung, dan tulang belakang.

Namun, infeksi TBC paling sering menyerang paru-paru. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC menduduki peringkat kedua sebagai penyakit menular yang paling mematikan.

Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di Asia Tenggara. Berdasarkan data tahun 2012, jumlah penderita TBC mencapai 305 ribu jiwa.

Penyebab Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis dapat menular melalui droplet udara saat penderita TBC batuk, bersin, berbicara, tertawa, atau menyanyi. Meskipun cara penularannya mirip dengan pilek atau flu, TBC tidak menular dengan mudah seperti itu.

Anda perlu berkontak dekat dengan penderita TBC dalam jangka waktu yang cukup lama (beberapa jam) untuk dapat tertular penyakit ini. Selain itu, tidak semua penderita dapat menularkan penyakitnya.

Anak-anak yang terinfeksi TBC tidak dapat menularkannya kepada anak-anak lain maupun orang dewasa.

1. HIV dan TBC

Menurut Mayo Clinic, sejak tahun 1980-an, terjadi peningkatan drastis kasus TBC karena adanya infeksi HIV. Orang yang mengidap HIV memiliki risiko lebih tinggi terkena TBC. Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini? Temukan jawabannya dalam artikel: Orang dengan HIV dan AIDS Rentan Terkena Tuberkulosis.

2. Tuberkulosis yang Tahan Terhadap Obat

Salah satu alasan mengapa tuberkulosis menjadi penyebab kematian utama adalah karena munculnya strain bakteri yang tahan terhadap obat. Hal ini disebabkan oleh pengobatan TBC yang tidak sesuai dengan petunjuk atau ketidaksesuaian pengobatan oleh penderitanya.

Ketika antibiotik tidak mampu membunuh semua bakteri yang menjadi targetnya, bakteri tersebut akan menjadi tahan terhadap antibiotik. Hal ini terjadi ketika pengobatan tidak dilakukan dengan tepat.

Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati Tuberkulosis (TBC) - Harian Haluan

Faktor-faktor Risiko Tuberkulosis

Meskipun semua orang berisiko tertular tuberkulosis, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularannya, antara lain:

  • Melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat penyakit atau obat-obatan tertentu.
  • Bayi dan anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya masih dalam tahap perkembangan.
  • Orang dewasa yang sistem kekebalan tubuhnya mulai menurun seiring bertambahnya usia.
  • Perjalanan ke daerah dengan tingkat penularan TBC yang tinggi.
  • Konsumsi alkohol berlebihan yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
  • Merokok aktif atau pasif.
  • Bekerja di fasilitas kesehatan yang mengharuskan kontak langsung dengan penderita TBC.
  • Tinggal serumah dengan penderita TBC.

Gejala Tuberkulosis

Tuberkulosis tidak selalu menunjukkan gejala sakit secara jelas. Para ahli mengklasifikasikan TBC menjadi dua jenis, yaitu:

TBC laten

Pada jenis TBC ini, bakteri berada dalam keadaan tidak aktif sehingga pengidapnya tidak mengalami gejala apapun. Oleh karena itu, jenis laten tidak menular. Tetapi, pengobatan TBC perlu dilakukan untuk mencegahnya berkembang menjadi TBC aktif.

TBC aktif

Bakteri TBC dapat menular dan menimbulkan sejumlah gejala setelah infeksi terjadi. Tanda dan gejala TB aktif meliputi:

  • Batuk selama tiga minggu atau lebih.
  • Batuk darah atau lendir.
  • Nyeri dada.
  • Penurunan berat badan.
  • Kelelahan.
  • Demam.
  • Keringat saat malam hari.
  • Panas dingin.
  • Kehilangan selera makan.

Jika menginfeksi organ lain, tanda dan gejalanya dapat bervariasi tergantung organ mana yang terinfeksi.

Sebagai contoh, TBC tulang belakang dapat menyebabkan sakit punggung, dan TBC di ginjal dapat menyebabkan urine berdarah.

10 Gejala TBC Paru dan Penyebabnya Halaman all - Kompas.com

Apakah Penyakit TBC Berbahaya?

Kondisi ini dapat berakibat fatal, tetapi dalam banyak kasus, saat ini TBC dapat dicegah dan diobati sedari awal. Namun, di masa lalu, TBC adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.

Berita baiknya, kondisi ini dapat membaik melalui pengobatan TBC yang tepat dan teratur.

Penanganan Tuberkulosis (TBC)

Selama pemeriksaan fisik, dokter akan meneliti kelenjar getah bening untuk mendeteksi adanya pembengkakan pada paru-paru. Jika terdapat kecurigaan adanya TBC, dokter akan melakukan salah satu dari berikut ini untuk memastikan diagnosisnya:

1. Pemeriksaan Tes Mantoux

Tes Mantoux atau yang juga dikenal sebagai tuberculin skin test (TST) adalah salah satu metode diagnosis yang sering digunakan. Dalam tes ini, zat tuberkulin disuntikkan tepat di bawah kulit lengan.

Dalam waktu 48 hingga 72 jam, dokter akan mengevaluasi apakah terdapat pembengkakan di area suntikan. Jika muncul benjolan merah, itu menunjukkan hasil positif untuk TBC.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pemeriksaan ini, Anda dapat membaca artikel: Mengenal Tes Mantoux, Pemeriksaan untuk Mendeteksi TBC.

2. Uji Darah

Melalui uji darah, dokter dapat mengukur respons sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri TBC. Uji darah juga dapat membedakan antara TBC laten atau TBC aktif.

3. Pemeriksaan Citra

Jika hasil tes Mantoux menunjukkan positif, dokter mungkin akan merekomendasikan rontgen dada atau CT scan. Dengan menggunakan pemeriksaan citra tersebut, dokter dapat melihat perubahan pada paru-paru.

Biasanya, infeksi TBC akan menunjukkan adanya bintik-bintik putih pada paru-paru karena sistem kekebalan tubuh terganggu oleh bakteri penyebab TBC.

4. Tes Sputum

Jika hasil rontgen dada menunjukkan tanda-tanda tuberkulosis, dokter akan mengambil sampel dahak. Sampel ini akan digunakan untuk menguji jenis TBC yang resisten terhadap obat.

Informasi ini akan membantu dokter dalam memilih pengobatan TBC yang paling efektif.

Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TBC difokuskan pada asupan obat-obatan sesuai petunjuk dokter yang berlangsung selama enam hingga sembilan bulan. Ketika menjalani pengobatan TBC, sangat penting bagi penderita untuk disiplin dalam mengonsumsi obat sesuai dengan resep dokter dan tidak menghentikan pengobatan sebelum mendapat persetujuan dari dokter.

Hal ini disebabkan jika penderita TBC menghentikan pengobatan sebelum waktu yang disarankan oleh dokter, bakteri TBC berpotensi menjadi kebal terhadap obat-obatan tersebut. Keadaan ini akan memaksa penderita untuk menjalani pengobatan TBC yang lebih lama dengan jenis terapi yang berbeda, yang mungkin berdampak negatif pada tubuh.

Dokter juga mungkin akan meresepkan lebih dari satu jenis obat (kombinasi) untuk pengobatan TBC. Beberapa contoh obat yang dapat diresepkan oleh dokter antara lain:

  • Pirazinamid.
  • Isoniazid.
  • Rifampisin.
  • Etambutol.
  • Rifapentine.

Seperti halnya obat-obatan lainnya, pengobatan TBC juga dapat menimbulkan efek samping, seperti:

  • Perubahan warna urine menjadi kemerahan.
  • Gangguan penglihatan.
  • Masalah saraf.
  • Gangguan fungsi hati.

Agar menghindari dampak negatif tersebut, dokter akan menyesuaikan jenis dan dosis pengobatan TBC sesuai dengan usia dan tingkat keparahan penyakit, terutama pada pasien anak-anak dan ibu hamil.

Bagi mereka yang menjalani puasa, berikut adalah panduan untuk mengonsumsi obat TBC dengan benar: Tetap Konsisten, Inilah Cara Minum Obat TBC Saat Berpuasa.

Pengobatan TBC bisa memerlukan waktu beberapa minggu sebelum pasien merasakan perbaikan kondisi. Durasi pengobatan TBC akan bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan keseluruhan dan tingkat keparahan penyakit.

Namun, sangat penting untuk terus mengkonsumsi obat sesuai dengan resep dokter dan menyelesaikan seluruh rangkaian antibiotik yang diresepkan. Mengkonsumsi obat selama 6 bulan merupakan cara terbaik untuk memastikan bakteri TBC benar-benar hilang.

Tuberkulosis

Pencegahan Tuberkulosis (TBC)

Hingga saat ini, belum ada metode pasti untuk sepenuhnya menghentikan penyebaran TBC. Namun, beberapa langkah dapat diambil untuk mengurangi risiko penularannya:

1. Vaksinasi

Tuberkulosis dapat dicegah melalui vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini wajib diberikan sebelum bayi mencapai usia tiga bulan. Selain itu, vaksinasi BCG juga direkomendasikan untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang belum pernah mendapatkannya saat bayi.

2. Deteksi Dini

Upaya pencegahan penyebaran TBC lebih efektif jika pengidapnya mendapat diagnosis dan pengobatan sedari awal. Pasalnya, pengidap TBC dapat menyebarkan bakteri kepada 10-15 orang setiap tahunnya.

3. Lingkungan yang Sehat

TBC menular melalui udara saat pengidapnya batuk atau bersin. Risiko penularan dapat diminimalkan dengan meningkatkan sirkulasi udara di rumah. Sistem ventilasi yang baik dapat mengurangi penyebaran bakteri TBC yang bertahan dalam udara.

4. Gaya Hidup Sehat

Menerapkan gaya hidup sehat, seperti pola makan yang seimbang dan rutin berolahraga, dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang kuat dapat membantu melawan berbagai infeksi, termasuk bakteri penyebab TBC.

Dampak Serius Tuberkulosis

Tuberkulosis dapat berakibat fatal jika tidak segera diobati. Seiring berjalannya waktu, bakteri penyebabnya dapat menyebabkan kerusakan pada organ paru-paru dan organ lain yang terinfeksi.

Berikut adalah beberapa dampak serius dari tuberkulosis yang perlu Anda waspadai:

  • Nyeri punggung merupakan salah satu dampak umum dari tuberkulosis.
  • Kerusakan pada sendi, terutama pada bagian pinggul dan lutut.
  • Pembengkakan pada selaput otak (meningitis), yang ditandai dengan sakit kepala kronis yang berlangsung dalam waktu yang lama.
  • Masalah pada hati atau ginjal.
  • Peradangan dan penumpukan cairan di dalam paru-paru yang dapat mengganggu fungsi jantung (tamponade jantung).